Senin, 25 April 2011

Asal Usul Kertas 5 Warna

Selama masa pergolakan untuk mendirikan Dinasti Han, Liu Bang dibantu oleh banyak pejabat berbakat dan akhirnya memegang takhta.
Pergolakan yang terjadi membuat banyak keluarga tercerai-berai. Demikian pula dengan makam para leluhur, banyak yang hancur dan tidak dikenali.

Setelah menjadi kaisar, Liu Bang terus memikirkan nasib dari makam orang tuanya yang entah dimana posisinya.
Pencarian terus dilakukan dengan gigih, namun karena luasnya daerah pemakaman dan kondisi makam-makam yang sudah hancur dan tercampur baur membuat usaha pencarian tidak memberikan hasil.
Bahkan Liu Bang turun tangan sendiri untuk mencari makam orang tuanya. Namun tetap tidak berhasil juga.
Hingga suatu hari saat Liu Bang sedang berusaha mencari makam orang tuanya, wajahnya terterpa kertas-kertas yang berterbangan.
Liu Bang menanyakan apakah kertas itu kepada pegawainya.
Sang pegawai mengatakan bahwa kertas itu oleh rakyat dinamakan Kertas Lima Warna. Dan terdapat tulisan dalam kertas itu yang digunakan untuk tujuan tertentu dan permohonan kepada Langit agar tujuan tersebut dapat tercapai.
Liu Bang akhirnya menyuruh para pegawainya membawa Kertas Lima Warna dengan tulisan harapan agar dapat menemukan makam orang tuanya.
Lalu Liu Bang sambil berdoa agar ia dapat menemukan makam orang tuanya, ia melemparkan kertas-kertas itu ke udara.
Angin membawa kertas-kertas itu terbang. Ternyata kertas-kertas itu terbang ke suatu arah tertentu.
Begitu Liu Bang mengikuti kemana arah kertas-kertas itu jatuh, ia dapat menemukan batu makam dari orang tuanya. Liu Bang sangat bergembira atas hal itu.
Maka sejak saat itu, ketika orang-orang membersihkan makam selama perayaan qing ming, mereka selalu memastikan bahwa kondisi sekitar makam bersih dan meletakkan Kertas Lima Warna pada batu makam untuk menunjukkan penghormatan dan pengabdian.


Shi Luckman
Copyright : http://dyfaim.blogdetik.com/

Buddha

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Konsep Ketuhanan

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Mahaesa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral Buddha

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
yang artinya:
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana: Zen
  3. Buddha Vajrayana

Buddha Mahayana

Lotus Sutra merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kuan Yin yang bermaksud “maha mendengar” atau nama Sansekertanya “Avalokiteśvara” merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai ‘Buddhi’ (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad “committed” pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut “spoken of”, termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

Gramatika

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Kitab Suci

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai “pitaka” atau “keranjang”) yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

Ajaran

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Arya, meliputi:
  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Hari Raya

Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
  • Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali “Wesakha”, yang pada gilirannya juga terkait dengan “Waishakha” dari bahasa Sanskerta
  • Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.
  • Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati kejadian yang menyangkut kehidupan Sang Buddha dan Ajarannya, yaitu untuk pertama kali Sang Buddha membabarkan Dharmanya pada 5 pertapa (Panca Vagiya). Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat, dan terbentuklah Arya Sangha (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci).
  • Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha dihadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.


Shi Luckman
Copyright : http://dyfaim.blogdetik.com/

Kamis, 14 April 2011

Asal Usul Ciam Sie dan Sam Seng di Kelenteng.

Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke kelenteng mencari Guru-Guru agama untuk meminta bantuan atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan.
Tetapi pada bulan bulan-bulan tertentu, para Guru itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.


 

Untuk itu para Guru membuat Ciam Sie supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Gurunya tidak berada di tempat.
Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Guru tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena Guru-Guru tidak berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang. Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan Sam Seng.
Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara.
Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarangpun masih ada, meskipun sekarang cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear, jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata.


Shi Luckman
Copyright : http://dyfaim.blogdetik.com/

Arti Patung Singa

Singa merupakan binatang yang memiliki arti penting bagi bangsa Tiongkok. Sepasang patung singa, jantan dan betina, sering terlihat di depan gerbang bangunan-bangunan tradisional bangsa Tiongkok. Sang jantan berada di sebelah kiri dengan cakar kanannya berada di bola, dan sang betina di sebelah kanan dengan cakar kirinya membelai anak singa.
Singa dianggap sebagai raja dari para binatang, yang juga melambangkan kekuatan dan pengaruh. Bola yang berada pada patung singa jantan melambangkan kesatuan seluruh negeri, dan anak singa pada patung singa betina merupakan sumber kebahagiaan.


Patung singa juga digunakan untuk menunjukkan peringkat atau kedudukan seorang pejabat negara dengan melihat jumlah gundukan yang diperlihatkan oleh rambut keriting pada kepala singa. Rumah dari pejabat tingkat satu memiliki 13 gundukan dan jumlah itu menurun satu gundukan setiap turun satu peringkat. Pejabat dibawah tingkat tujuh tidak diperbolehkan memiliki patung singa di depan rumah mereka.
Yang sangat menarik adalah singa bukanlah binatang asli dari negeri Tiongkok. Ketika Kaisar Zhang dari Han Timur memerintah pada A.D. 87, Raja Parthia mempersembahkan singa kepada sang kaisar. Singa lainnya dipersembahkan oleh sebuah negara di daerah tengah asia pada tahun berikutnya. Patung singa pertama kali dibuat pada permulaan Dinasti Han Timur.
Adanya patung singa pada jembatan juga merupakan sebuah hal yang umum. Sebuah jembatan terkenal, Lugouqiao, dibangun dari A.D. 1189 sampai A.D. 1192 memiliki patung-patung singa yang berjumlah sekitar 498 sampai 501. Sebuah pepatah terkenal berbunyi “Singa dari Lugouqiao tidak terhitung banyaknya”.


Shi Luckman
Copyright : http://dyfaim.blogdetik.com/

Arti Dewa Penjaga Pintu

Dewa pintu adalah karakter dewa yang sering dan umum dikenal dalam kepercayaan tradisional populer Tionghoa. Dewa pintu, walaupun hanya merupakan dewa dengan derajat relatif lebih rendah dibandingkan dewa-dewa rumah lainnya, namun sebenarnya sejarah dewa pintu malah lebih tua daripada beberapa karakter pendewaan lainnya. Membicarakan dewa pintu harus dibabarkan dari 2 segi pembahasan yaitu sejarah faktual dan legenda.

sadsadasdasdasdasdas


Legenda dewa pintu
Popularitas karakter dewa pintu mulai menanjak di zaman Dinasti Tang, di mana legenda dewa pintu paling terkenal berasal dari zaman ini. Dikatakan bahwa naga Sungai Jing melanggar perintah langit karena menurunkan hujan pada waktu dan kapasitas yang salah sehingga langit menitahkan salah seorang menteri, Wei Zheng untuk menghukumnya. Karena takut dihukum, sang naga kemudian meminta perlindungan kepada Kaisar Taizong (Li Shimin) yang saat itu berkuasa. Taizong mengiyakan permintaan naga dan mengajak Wei Zheng bermain catur supaya lupa batas waktu untuk menghukum sang naga. Namun, rupanya Wei Zheng hanya perlu menebas leher sang naga dalam mimpinya sehingga siasat Taizong gagal memenuhi janjinya pada sang naga.
Sang naga yang mati penasaran kemudian datang menghantui Taizong tiap malam di istananya. Wei Zheng mengetahui perihal ini dan mengurus 2 jenderal, Qin Qiong dan Yuchi Gong untuk berjaga di luar pintu istana. Sang naga tidak datang menghantui Taizong untuk beberapa hari, namun kembali kemudian lewat pintu belakang yang tidak dijaga. Wei Zheng kemudian memutuskan untuk berjaga sendiri di pintu belakang dan sang naga tidak pernah kembali setelah itu. Taizong menyadari tak mungkin membiarkan jenderal dan menterinya berjaga terus di istananya, memutuskan untuk melukis potret kedua jenderalnya di daun pintu kiri dan kanan, serta Wei Zheng di pintu belakang. Ini kemudian yang mengawali penggunaan potret Qin Qiong dan Yuchi Gong di pintu berdaun dua (biasanya pintu depan) serta Wei Zheng untuk pintu dengan satu daun.

Sejarah faktual
Sebenarnya dewa pintu mulai ada sejak zamannya Huangdi, 5000 tahun lalu, namun ini sebuah legenda. Catatan mengenai dewa pintu yang lebih akurat adalah di zaman Dinasti Shang, di mana dewa pintu berawal dari kepercayaan tradisional di Tiongkok sebelum munculnya agama. Raja-raja Dinasti Shang menjadikan pintu sebagai satu objek dari lima objek penghormatan pada masa itu. Kepercayaan tradisional Tionghoa menganggap bahwa setiap benda mempunyai rohnya sendiri-sendiri. Dewa pintu lebih jauh merupakan bentuk penghormatan ke-4, penghormatan pada benda-benda. Pintu dipilih karena pintu merupakan bagian dari rumah tempat tinggal yang sangat penting, simbol perlindungan terhadap ancaman dari luar dan dilewati setiap hari. Manusia selalu membutuhkan keseimbangan jasmani dan spiritual, pintu yang nyata dianggap hanya melindungi dari makhluk yang nyata, untuk melindungi dari makhluk halus, maka pintu haluslah yang mengambil peranan ini. Inilah cikal bakal dewa pintu.

Mengapa dewa pintu dimanusiakan?
Pemanusiaan dewa pintu sebenarnya mulai populer pada zaman Dinasti Han. Banyak karakter dewa-dewi dalam kebudayaan Tionghoa yang dimanusiakan untuk menambah kedekatan pada manusia, misalnya bentuk penghormatan terhadap langit yang dimanusiakan sebagai Kaisar Langit (Giok Hong Tay Te), atau bumi yang dimanusiakan sebagai Dewa Bumi/Tanah (Tho Te Kong).

Siapa saja yang dikarakterkan sebagai dewa pintu dalam sejarah?
Zaman Han = Shen Shu dan Yu Lu
Zaman Tang = Qin Qiong dan Yuchi Gong, Wei Zheng, Zhong Kui
Zaman Song dan Yuan = Qin Qiong dan Yuchi Gong, Zhao Yun, Yue Fei
Semua karakter di atas adalah karakter sejarah nyata, kecuali Shen Shu dan Yu Lu yang merupakan tokoh legenda. Satu2nya persamaan di antara mereka mayoritas adalah jenderal perang yang terkenal pada masanya masing-masing kecuali Wei Zheng yang terkenal sebagai menteri vokal serta Zhong Kui yang terpelajar namun berperawakan sangat jelek sampai-sampai hantupun takut kepadanya.

Evolusi dewa pintu masa sekarang
Dewa pintu di masa sekarang berbentuk lukisan biasanya hanya ditemukan di pintu kelenteng. Rumah-rumah penduduk tidak melukis gambar dewa pintu di daun pintu rumah mereka, biasanya hanya ada tempat menancapkan hio di sebelah kiri kanan pintu. Namun, masih ada tradisi menempel lukisan dewa pintu di daun pintu pada malam Tahun Baru (tanggal 30 bulan 12 penanggalan Imlek). Zaman sekarang, dewa pintu tidak hanya ditujukan untuk melindungi rumah dari hal-hal buruk, namun juga untuk mengundang nasib baik dan keberuntungan. Selain itu, lukisan dewa pintu di kelenteng sebenarnya juga ditekankan pada nilai artistiknya, biasanya sangat mengundang perhatian dari pemerhati arsitektur tradisional Tiongkok karena kekhasannya.


Shi Luckman
Copyright : http://dyfaim.blogdetik.com/

Rabu, 06 April 2011

DEWA KERA


Dewa kera yang melakukan kesalahan sedang menjalani hukuman dibuang ke bumi selama 100 tahun. Setelah sekian lama berjalan dia tidak bertemu makhluk hidup satu pun kecuali tumbuhan. Maka dia pun bersumpah jika bertemu binatang atau manusia dia akan segera mengabulkan 3 permintaannya. Setelah beberapa saat berjalan dia melihat serigala yang sedang mengejar kelinci untuk dimangsa. Maka secepat kilat Dewa kera segera menghadang dan berdiri diantara serigala dan kelinci tadi.
Dewa kera : udah berhenti jangan memburu yang lemah.sebagai gantinya
  aku akan mengabulkan 3 permintaan kalian. Katakan permintaanmu.
Serigala     : baiklah kalo begitu.aku minta selain aku semua serigala dihutan
  ini menjadi serigala betina.
Dewa kera : Baiklah permintaanmu kupenuhi.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap selain serigarala tadi,semua serigala di hutan itu menjadi serigala betina.

Dewa kera : sekarang giliranmu kelinci.apa permintaanmu..?
Kelinci  : aku minta helm yang paling kuat.
Serigala  : gila kamu.buat apa minta helm segala..?
Dewa kera : sudahlah tapi itu memang permintaan kelinci.
    Baiklah kelinci aku akan memenuhi permintaanmu.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap sebuah helm paling bagus dan paling kuat telah ada ditangan si kelinci.
Dewa kera : nah serigala,katakana permintaanmu yang kedua.
Serigala  : aku minta semua serigala di hutan sebelah juga menjadi serigala betina
Dewa kera : Baiklah permintaanmu kupenuhi.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap semua serigala di hutan sebelah juga menjadi serigala betina.

Dewa kera : sekarang giliranmu kelinci.apa permintaanmu yang kedua..?
Kelinci  : aku minta sepeda motor super yang paling cepat.
Serigala  : dasar kelinci sudah tidak waras.
Dalam sekejap selain serigarala tadi,semua serigala di hutan itu menjadi serigala betina.

Dewa kera : sekarang giliranmu kelinci.apa permintaanmu..?
Kelinci  : aku minta helm yang paling kuat.
Serigala  : gila kamu.buat apa minta helm segala..?
Dewa kera : sudahlah tapi itu memang permintaan kelinci.
    Baiklah kelinci aku akan memenuhi permintaanmu.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap sebuah helm paling bagus dan paling kuat telah ada ditangan si kelinci.
Dewa kera : nah serigala,katakana permintaanmu yang kedua.
Serigala  : aku minta semua serigala di hutan sebelah juga menjadi serigala betina
Dewa kera : Baiklah permintaanmu kupenuhi.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap semua serigala di hutan sebelah juga menjadi serigala betina.

Dewa kera : sekarang giliranmu kelinci.apa permintaanmu yang kedua..?
Kelinci  : aku minta sepeda motor super yang paling cepat.
Serigala  : dasar kelinci sudah tidak waras.
Dewa kera : sudahlah tapi itu memang permintaan kelinci yang kedua.
    Baiklah akan kupenuhi permintaanmu.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap sebuah sepeda motor paling bagus dan paling cepat bahkan lebih cepat dari milik Valentino Rossi dan Max Biaggi maupun Formula 1 nya Michell Summacher.

Dewa kera : nah serigala,katakan permintaanmu yang ketiga.
Serigala  : aku minta selain aku semua serigala di dunia menjadi serigala betina
Dewa kera : Dasar serigala haus sex.
    Tapi baiklah akan kupenuhi permintaanmu.
Dengan mengayunkan tongkat saktinya sambil komat kamit baca mantera
maka….Clinggggg
Dalam sekejap selain serigala itu,semua serigala di dunia menjadi serigala betina.
Melihat hal tersebut serigala tadi meloncat dan menari kegirangan.
Dewa kera : sekarang giliranmu kelinci.apa permintaanmu..?
   Jangan mau kalah dengan serigala.
Sambil menstater sepeda motornya….
Kelinci  : aku minta serigala ini jadi HOMO.
Wrrrreeeeeeeeeeeeeeeeeeenngg……………….!!!!!

Shi Luckman
http://arkawimala.multiply.com/

Kisah Tie Pat Kay (Dewa Babi) Dan Sun Go Kong (Dewa Kera)

Pagi itu Pat Kay sungguh gelisah dan sedih sekali. Semalaman dia menangis. Temannya, Sun Go Kong, tak bisa menghiburnya. Bagaimana tidak sedih dan prihatin: Sebagai Dewa Babi ia bertanggung-jawab akan nasib semua anak buahnya di Bumi. Gara-gara nama penyakit flu dikaitkan dengan babi, maka terjadilah pembantaian terhadap komunitas anak buahnya di Bumi. Babi yang sudah dianggap haram itu sekarang benar-benar diharamkan oleh seluruh dunia. Maka Pat Kay terus menangis sesenggukan. Ia terpaksa menunggu gurunya, pendeta Tong, yang sedang khusuk bersemedi dan tak bisa diganggu, mengharap dia segera bangun. Ia ingin segera curhat dan minta nasehat untuk mengatasi masalah besar itu. Ia meratap dan terus memaki-maki manusia:

Dasar manusia goblok!, yang bodoh mereka kok yang dibunuh babi! Goblok, goblok…, kapan pinternya ….. Oh Paduka….”

Ratapan dan makiannya sepanjang malam itu membuat Sun Go Kong ikut prihatin. Bukan tidak mungkin nasib anak buahnya sendiri di Bumi kelak sama dengan nasib para babi itu: dibantai! Sekarangpun sebenarnya ia sudah marah besar melihat komunitas kera di Bumi banyak diekploitir dan disiksa oleh manusia dengan dalih untuk penelitian ilmiah atau bahkan otaknya dimakan mentah-mentah untuk obat-obatan! Sungguh gila dan menjijikan. Membayangkan semua itu mukanya menjadi merah-padam karena marah. Iapun menunggu gurunya bangun dari semedi untuk ikut-ikutan curhat. Kalau perlu ia sudah siap turun ke Bumi untuk memporak-porandakan manusia Bumi yang dianggapnya amat keterlaluan dan semaunya sendiri.

Menjelang matahari terbit, bangunlah guru mereka dari semedi. Tangannya merentang ke atas dan mengucap syukur pada Sri Paduka penguasa alam atas berkatNya yang melimpah. Ia bersujud dan kemudian bangun dengan anggunnya. Melihat gurunya bangun, Pat Kay dan Go Kong segera menghambur menghampirinya dan bersujud. Pat Kay tak bisa lagi membendung tangisnya, meledak sejadi-jadinya. Diantara tangisnya ia mengadu:

“Guru…, ada masalah besar dengan para babi…”

Gurunya menghela nafas sebentar dan manggut-manggut. Sebenarnya telinganya yang sudah tua itu telah salah dengar. Ia mendengar kata “babi” sebagai “baby”, maka iapun menasehati muridnya berdasarkan yang ditangkapnya:

“Muridku, dari dulu aku juga sudah sering bilang. Manusia Bumi jaman sekarang ini banyak yang aneh-aneh. Semua orang dipanggil “baby”: Teman sekolah dipanggil “baby”; teman “face-book” dipanggil “baby”; sekretaris juga lama-lama dipanggil “baby”; bahkan pemandu bola..eh…sorakpun sering dipanggil “baby”. Kaum perempuan itu kalau mendengar sebutan “baby” hatinya langsung berbunga-bunga. Lha dasar laki-laki, sengaja memanfaatkan kelemahan perempuan itu untuk menangguk untung bagi diri sendiri. Maka lama-lama terjadilah banyak perkeliruan: “Selingkuh itu indah”, “Selingkuh itu mudah”, dan macam-macam lagi yang melahirkan “baby” beneran. Itulah akibat budaya “baby-baby”an yang melahirkan banyak masalah di dunia manusia. Tetapi mengapa kamu menangisnya sampai demikian sedih, Pat Kay? Apa urusannya denganmu yang setiap hari cuma mikir makan dan tidur?”

“Bukan itu yang hamba maksud, Guru, tapi para babi….”

“Hahhh…?! Babi?? Ada apa dengan babi? Ya jelas semua orang akan marah kalau disebut babi. Itu kan kasar sekali, Pat Kay… Mbok kamu ini sadar diri, kalau dibilang buruk rupa ya jangan menangis seperti ini.. Terima sajalah dengan legowo…”

“Juga bukan itu, Guru, tapi…para babi, anak buah hamba di Bumi, mau dibantai semuanya sama manusia….!! Hamba harus bertindak, Guru… Sun Go Kong siap menemani hamba melabrak manusia Bumi… Mereka kurang ajar dan tak tahu diri: mereka yang bodoh tapi menyalahkan para babi yang tak tahu apa-apa…. Mereka harus diberi pelajaran!! Hamba hanya menunggu Guru bangun dan mohon pamit untuk menghajar manusia Bumi…”

Kagetlah sang Guru. Murid-muridnya ini, yang setiap hari dikuliahi pelajaran rohani olehnya, menjadi demikian liar bola matanya setelah dia amati benar-benar. Sadarlah ia, ada yang benar-benar ga beres dengan para murid ini. Maka ia menanyakan duduk persoalannya dengan amat serius.

“Persoalan apakah yang membuatmu demikian marah?”

“Anak buah hamba mau dibantai semua gara-gara dianggap sebagai penyebar penyakit flu babi. Padahal mereka tak tahu apa-apa. Yang bodoh kan manusia sendiri: mengapa mereka sampai kalah sama virus yang sekecil itu?”

Sun Go Kong juga menimpali:

“Benar, Guru. Hamba juga sakit hati. Anak buah hamba banyak yang dibunuh dan disiksa dengan alasan untuk penelitian ilmiah. Belum lagi kalau nanti ada wabah flu monyet, pasti nasib anak buah hamba sama dengan anak buah Pat Kay sekarang. Manusia Bumi itu kerjanya rata-rata cuma ngurusi duit dan kekuasaan terus, lupa belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkannya bersama dengan benar untuk kebutuhan mereka sendiri. Kalau ada wabah penyakit, yang disalahkan mahluk yang ga tau apa-apa seperti babi dan unggas itu. Mereka brengsek dan pengecut, maka hamba juga sudah habis kesabarannya dan ingin membantu Pat Kay menghajar mereka.”

Sadarlah sang Guru, bahwa muridnya tak main-main. Terlihat jelas dimatanya sinar kemarahan yang amat membakar. Hanya dengan sekali anggukan kepalanya saja, maka gawatlah nasib manusia Bumi. Tak akan ada yang mampu membendung kemarahan si Kera Sakti Sun Go Kong yang sudah pernah mengobrak-abrik Khayangan dan tak ada satu Dewapun yang sanggup melawannya. Tindakannya baru berhenti ketika kekuatan Budha menindihnya dengan gunung selama 500 tahun. Juga akan banyak korban serudukan Pat Kai yang gelap mata. Maka ia harus segera mencegah semua itu terjadi.

“Siancay….siancay…. Kekerasan hanya mendatangkan kerusakan, permusuhan dan dendam. Yang keras mudah patah; Yang lentur bertahan. Kekerasan adalah teman kematian dan kelenturan adalah teman kehidupan. Bertahun-tahun kalian mengikuti perjalananku dengan setia, belajar bersama tentang Cinta Kasih yang maha lembut dan Kuasa yang menyejukkan. Tapi hari ini kulihat sinar matamu hanya ingin membunuh dan membunuh…. Kalian seperti tak percaya akan jalan Sri Paduka. Kalian ternyata masih lebih percaya akan jalan diri sendiri.”

“Ampunkan hamba, Guru, tetapi siapakah yang akan memberi pelajaran kepada manusia Bumi yang begitu kurang ajar dan bodoh?”

“Alamlah yang akan memberi pelajaran kepada mereka sendiri, karena alam itu diciptakan Sri Paduka untuk mereka agar bisa belajar dan belajar. Pada dasarnya mereka bukan mahluk bodoh, tapi lebih cenderung membiarkan dirinya dirasuki kebodohan. Dalam diri manusia itu terkandung unsur binatang dan mahluk mulia. Dalam banyak hal mereka lebih memilih menjadi binatang daripada menjadi manusia, karena menjadi manusia yang benar itu sulit dan menjadi binatang itu mudah; sama halnya dengan berbuat benar itu sulit dan berbuat jahat itu mudah. Tetapi Sri Paduka tak pernah tidur sekejappun menjaga seluruh isi alam dan keseimbangannya, termasuk menjaga komunitas anak buah kalian. Oleh sebab itu, janganlah kalian menuruti hati sendiri, tetapi bersatulah dengan rencana Sri Paduka yang lebih besar dari rencana kalian sendiri, biarpun hal itu mungkin membuat hati kalian sakit. Kalian hanya berhak mengawasi dan mencermati terus apa yang akan terjadi kemudian. Akan ada saatnya aku mengijinkan kalian bertindak bila aku telah melihat perintah itu datang padaku melalui indera khususku. Sekarang tenangkanlah hati kalian dan percayakanlah semuanya kepada rencana Sri Paduka.”

Lemaslah Pat Kay dan Go Kong. Bahkan Pat Kay langsung tidur telentang dan menendang-nendangkan kaki tangannya seperti anak kecil yang merajuk dan terus menangis, sementara Go Kong tertunduk lesu. Ia mencerna semua kalimat gurunya dengan tenang dan mampu melihat kebenaran yang tersembunyi dibalik nasehat itu. Apalah arti dirinya dengan kekuasaan Sri Paduka yang demikian besarnya? Kalau dia harus merusak Bumipun, apakah yang akan ia dapatkan dari perbuatan seperti itu? Andaikata dia hajar manusia Bumi dan setengah darinya mati tercabik-cabik, apakah yang akan ia dapatkan sesudahnya? Bukankah penyakit akan meraja-lela dan komunitas anak buahnya sendiri yang terancam? Ia menghela nafas panjang berkali-kali, mengusir hawa marah yang sudah menutupi seluruh syaraf tubuhnya. Tiba-tiba ia mendengar gurunya berbicara:

“Pat Kay, bangunlah! Mari kita tengok situasi Bumi!”

Pat Kay bangun dengan masih sesenggukan dan mereka bertiga terbang menuju Bumi. Pendeta Tong sengaja tidak membawa Pat Kay dan Go Kong ke negeri Arab karena dari penglihatannya yang tajam ia bisa melihat bahwa disana banyak anak buah Pat Kay yang dibantai. Ia mengajak mereka menuju Indonesia yang maha santai. Ia tahu pasti: penduduk Indonesia itu dalam hal tertentu luar biasa hebat. Coba saja tengok: di tengah wabah flu burung yang mengganas, mana ada yang panik seperti di Meksiko atau Amerika dan Negara-negara lain di dunia? Rata-rata cuek dan santai, seperti tak ada masalah yang luar biasa, semua berjalan seperti biasa: tak ada yang hidungnya ditutup-tutupi masker, yang mati ya biar mati, yang ribut ya biar ribut sendiri, gimana nasib aja. Ke negeri seperti itulah pendeta Tong  sambil tersenyum-senyum mengajak muridnya pergi.

Sesampainya di atas Indonesia, pendeta Tongpun mulai mengajak muridnya ngobrol.

“Coba lihat negeri itu. Mana ada yang ribut seperti ceritamu, Pat Kay? Semua tenang-tenang aja, kan? Para anak buahmu juga tak banyak yang dibantai, kecuali memang untuk makanan bagi yang suka dagingnya. Wajar aja, kan? Tugasmu kan juga pensuplai daging?”

“Kalau untuk kebutuhan makanan, sih, hamba rela, Guru, tapi kalau dibantai untuk dimusnahkan semuanya karena dianggap biang keladi kehancuran, hamba sungguh tak rela. Tapi hamba bisa mencium aroma unggas yang dibantai. Mungkin negeri ini lebih banyak terserang flu burung. Tapi memang negeri ini aneh, kok rakyatnya tenang-tenang aja? Apa mereka memang kuat imannya, Guru? Tak takut mati?”

“He..he..he.. Ada dua alasan, Pat Kay: Pertama, mungkin benar mereka kuat imannya dan percaya sepenuhnya pada pemeliharaan Sri Paduka. Yang kedua, mungkin mereka hidupnya sudah amat susah dan tak mau disusahkan lagi oleh kejadian apapun juga. Jadi mereka berprinsip: kalau mau mati ya mati aja, hidup juga ga gampang kok, mati belum tentu lebih ga enak. Apa yang akan terjadi, terjadilah!”

“Wah.., itu sih frustrasi dan apatis namanya, Guru. Ga baik kalau sikapnya seperti itu, seperti kurang menghargai berkah kehidupan dari Sri Paduka.”

“Ya.., sih, mungkin sudah capai dan belum tersentuh pencerahan yang memadai, termasuk dari segi ekonomi maupun tatanan bernegara. Semuanya masih serba bolong-bolong: banyak korupsi, kemiskinan, kebodohan, dan macam-macam lagi. Semuanya membentuk lingkaran setan yang susah diurai. Para petingginya banyak berebutan kekuasaan bukan untuk membela rakyatnya yang menderita, tapi lebih banyak yang bermaksud mau menyelamatkan hartanya yang luar biasa banyaknya agar tidak diutak-atik darimana asalnya. Sebagian lagi bertujuan untuk mencari proyek di sana, maka dalam pemilu legislatif selalu banyak calon-calonnya yang mengadu untung dengan cara yang tak ada bedanya dengan judi. Bisa dibayangkan, dalam negeri seperti ini, apa yang akan terjadi ketika mereka-mereka itu menjabat? Sistem perekrutan pejabat tingginya sangat kacau, dan rakyat selalu dihadapkan pada pilihan yang tak mereka mengerti. Ketika mereka masuk ke bilik pemilu, mereka banyak yang terlongong-longong mencermati nama-nama calon yang sama sekali mereka tak tahu orangnya. Dalam praktek sehari-haripun akan selalu sering terjadi jegal-menjegal, kutuk-mengutuk, bantai-membantai, rayu-merayu dan macam-macam tindakan absurd lainnya, baik secara terang-terangan kasar maupun konspirasi tingkat tinggi diantara semua pelakunya. Kasihan rakyatnya. Mereka sesungguhnya sudah amat capai dan mulai apatis.”

Tiba-tiba Sun Go Kong terkesiap kaget. Mereka tiba di atas hutan yang gundul dan tebangan kayu berserakan dimana-mana.

“Guru, apa yang mereka perbuat? Bagaimana nasib anak buah hamba bila tempat tinggalnya diporak-porandakan seperti itu?”

Sun Go Kong baru selangkah mau melesat menuju tempat tersebut, tapi pendeta Tong memegang ekornya dari belakang.

“Sabar, Go Kong. Jangan membuat onar di Bumi. Ingat peristiwa di Khayangan dahulu: Semua kamu labrak dan akhirnya menyusahkan kamu sendiri. Jaga emosimu, karena kalau tidak, maka tindakanmu akan sama buruknya dengan para perusak lingkungan dan kroni-kroninya itu. Aku akan malu mempunyai murid sepertimu.”

Sun Go Kong mengurungkan niatnya, tapi kegelisahannya tak bisa disembunyikan.

“Guru, tolonglah selamatkan para anak buahku. Lama-lama mereka akan punah kalau tempat tinggalnya digusur seperti itu.”

Pendeta Tong menghela nafas dalam-dalam. Hatinya amat sedih melihat keserakahan umat manusia yang telah mengeksploitir alam sampai sedemikian rupa rusaknya. Pantaslah kalau Sri Paduka sendiri sampai sedemikian marah dan mengijinkan banyak bencana terjadi di Bumi. Ia tak bisa menolak permintaan Go Kong.

“Baiklah, segera kumpulkan anak buahmu dan kita terbangkan ke tempat lain.”

Dengan amat semangat Sun Go Kong bersuit nyaring dengan frekwensi amat tinggi. Para monyet terperanjat mengenali suara junjungannya. Mereka berhamburan cepat sekali mencari datangnya arah suara. Dalam sekejap ribuan monyet telah berkumpul di lapangan yang telah gundul. Pendeta Tong, Sun Go Kong dan Pat Kay bergerak cepat menerbangkan seluruh monyet dan semua binatang lainnya ke hutan yang masih asri. Bersuka-citalah seluruh isi hutan. Mereka ibarat rakyat jelata tak berdaya yang mendapat pertolongan dari pemimpin yang kuat dan bijaksana!

Shi Luckman
http://sosbud.kompasiana.com/

Sabtu, 02 April 2011

Legenda Dewa Dewi Jepang

Penciptaan dunia

Dunia berawal di Takamanohara, di sana lahir berbagai kami seperti Kotoamatsukami dan Kaminoyonanayo. Kami yang lahir paling akhir adalah dua bersaudara Izanagi (Izanaki) dan Izanami

Izanagi dan Izanami

Izanagi dan Izanami turun di Ashihara no Nakatsu Kuni, menikah, dan berturut-turut melahirkan pulau-pulau yang membentuk kepulauan Jepang yang disebut Yashima. Setelah melahirkan berbagai kami, Izanami tewas akibat luka bakar saat melahirkan Kagutsuchi (dewa api). Setelah membunuh Kagutsuchi, Izanagi pergi ke negeri Yomi
untuk mencari dan menyelamatkan Izanami. Setelah berada di negeri Yomi,
wujud Izanami berubah menjadi menakutkan. Izanagi yang melihat sosok
Izanami menjadi lari ketakutan.
Izanagi menjalani misogi (mandi) karena tidak suka dengan kekotoran (kegare) yang terbawa dari Yomi. Ketika melakukan misogi, Izanagi melahirkan pula sejumlah kami, saat mencuci mata kiri terlahir Amaterasu (dewa matahari, penguasa Takamanohara), saat mencuci mata kanan terlahir Tsukuyomi (dewa bulan, penguasa malam), dan saat mencuci hidung lahir Susanoo (penguasa samudra). Ketiga kami ini disebut Mihashira no Uzu no Miko, dan menerima perintah dari Izanagi untuk menguasai dunia.

Amaterasu dan Susanoo

Susanoo ingin pergi ke tempat Izanami di Ne no Kuni
dan berteriak-teriak menangis hingga membuat kerusakan luar biasa di
langit dan bumi. Susanoo akhirnya pergi naik ke Takamanohara yang
diperintah Amaterasu. Kedatangan Susanoo salah dimengerti, Amaterasu
menyangka Susanoo datang untuk merebut Takamanohara. Susanoo disambut
Amaterasu dengan busur dan anak panah. Agar kecurigaan Amaterasu terhapus, dari setiap benda yang menempel di badan Susanoo lahir kami
yang jenis kelaminnya membuktikan kemurnian tubuh Susanoo. Amaterasu
percaya dan mengizinkan Susanoo berada di Takamanohara. Di sana Susanoo
membuat keonaran lagi sampai Amaterasu bersembunyi di dalam gua Ama no Iwato. Amaterasu adalah dewa matahari, sehingga matahari tidak terbit selama Amaterasu bersembunyi. Para kami
di Takamanohara menjadi susah hati. Amaterasu akhirnya keluar dari
dalam gua setelah dikelabui. Susanoo yang sering membuat susah akhirnya
diusir ke dunia bawah.

Legenda Izumo

Susanno turun ke negeri Izumo. Setelah berhasil membunuh monster Yamata no Orochi yang suka merusak, Susanoo menikah dengan putri Kunitsukami. Cucu keturunan Susanoo bernama Ookuninushi menikah dengan putri Susanoo dan membangun negeri Sukunahikona dan Ashihara no Nakatsukuni. Menurut penjelasan nama tempat yang ada di buku Fudoki negeri Izumo, lokasi pembasmian Yamata no Orochi ada di distrik Ou (sekarang kota Yasugi, Prefektur Shimane), tapi bukan Susanoo yang menjadi pahlawan, melainkan Oonamuchi (Ookuninushi).

Penaklukan Ashihara no Nakatsu

Sementara itu, Amaterasu dan para kami (Amatsukami) di Takamanohara menyatakan negeri Ashihara no Nakatsu no Kuni (Izumo) harus diperintah Amatsukami atau cucu keturunan Amaterasu. Sejumlah kami dikirim ke Izumo untuk mewujudkan keinginan ini. Setelah dua anak Ookuninushi, Kotoshironushi dan Takeminakata
menitis ke Amatsukami, Ookuninushi berjanji untuk memberikan negeri
Izumo dengan syarat dibangunkan sebuah istana. Istana ini nantinya
disebut Izumo Taisha.
Ninigi yang merupakan cucu Amaterasu menerima Ashihara no Nakatsu. Ninigi turun ke negeri Hyūga dan kemudian menikahi Putri Konohanasakuya.

Kisah Hoori dan Hoderi

Ninigi memiliki dua putera, Hoori dan Hoderi.
Mata pancing milik Hoderi dihilangkan Hoori sehingga kedua bersaudara
ini bertengkar. Hoori lalu pergi ke istana Kaijin (dewa laut) dan
menemukan mata pancing Hoderi di sana. Sewaktu berada di sana, Hoori
menikah dengan putri dewa laut. Dari pernikahan ini lahir anak
laki-laki bernama Ugaya Fukiaezu. Putra keturunan Ugaya Fukiaezu yang
bernama Kamuyamato Iwarehito nantinya menjadi Kaisar Jimmu.

Kaisar Jimmu

Kamuyamato Iwarehito dan kakak-kakaknya berkeinginan menguasai Yamato.
Penduduk yang sejak dulu berdiam wilayah Yamato melawan dengan sekuat
tenaga, dan pertempuran sengit terjadi. Kesaktian Kamuyamato Iwarehiko
yang masih keturunan dewa bukan tandingan bagi penduduk Yamato. Pada
akhirnya, Kamuyamato Iwarehiko naik tahta sebagai kaisar di kaki gunung
Unebikashihara no Miya. Kamuyamato Iwarehiko nantinya dikenal sebagai kaisar pertama Jepang Kaisar Jimmu.
Setelah Kaisar Jimmu wafat, pemberontakan dilancarkan putra Kaisar Jimmu yang bernama Tagishimimi. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan Kamununakawamimi yang kemudian naik tahta sebagai Kaisar Suizei.

Kesshi Hachi-dai

Delapan kaisar, termasuk kaisar kedua Kaisar Suizei hingga kaisar ke-9 Kaisar Kaika disebut sebagai Kesshi Hachi-dai. Kedelapan nama kaisar tertulis dalam Kojiki dan Nihon-shoki, tapi tidak dijelaskan peran dan jasa-jasanya.

Shi Luckman
http://www.hilman.web.id/

Mitologi Jepang

Folklor yang sekarang disebut mitologi Jepang, hampir seluruhnya berdasarkan cerita yang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, dan Fudoki dari berbagai provinsi di Jepang. Dalam kata lain, mitologi Jepang sebagian besar berkisar pada berbagai kami penghuni Takamanohara (Takaamahara, atau Takamagahara), dan hanya sedikit sumber literatur tertulis yang dapat dijadikan rujukan.
Di zaman kuno, setiap daerah di Jepang diperkirakan memiliki sejenis kepercayaan dalam berbagai bentuk dan folklor. Bersamaan dengan meluasnya kekuasaan Kekaisaran Yamato, berbagai macam kepercayaan diadaptasi menjadi Kunitsugami
atau "dewa yang dipuja" yang bentuknya menjadi hampir seragam, dan
semuanya dikumpulkan ke dalam "mitologi Takamanohara". Sementara itu,
wilayah dan penduduk yang sampai di abad berikutnya tidak dikuasai
Kekaisaran Yamato atau pemerintah pusat Jepang yang lain, seperti Suku Ainu dan orang Kepulauan Ryūkyū masing-masing juga memiliki mitologi sendiri.
Di abad pertengahan berkembang mitologi Jepang abad pertengahan (Chūsei Nihongi) dengan isi yang berbeda dari mitologi sebelumnya. Mitologi Jepang abad pertengahan tetap berpedoman pada Nihonshoki
tapi dikembangkan hingga menjadi sangat berbeda dengan versi aslinya.
Mitologi Jepang abad pertengahan ditemukan dalam epik perang seperti Taiheiki, buku penggubahan syair dan anotasinya, serta berbagai Engi (buku catatan asal-usul dan sejarah milik kuil agama Buddha dan Shinto).
Dalam mitologi Jepang abad pertengahan, berbagai kami dalam Kojiki dan Nihonshoki berdasarkan teori Honji suijaku
dikenali sebagai perwujudan sementara para Buddha dan Bodhisattva atau
dianggap sejajar. Selain itu, mitologi Jepang abad pertengahan
bercampur dengan unsur-unsur yang diambil dari seni dan cerita rakyat,
mitologi berbagai daerah, serta menampilkan tingkat kedewaan dan
benda-benda yang tidak ada di dalam Kojiki dan Nihonshoki.
Di pertengahan zaman Edo, Motoori Norinaga menulis buku berjudul Kojiki-den dengan maksud melakukan interpretasi isi Kojiki hingga tuntas. Buku ini menyebabkan sumber utama mitologi Jepang bergeser dari Nihonshoki menjadi Kojiki dan keadaan ini bertahan hingga sekarang.

Shi Luckman
http://www.hilman.web.id/

Asal Usul Izanagi dan Izanami


Dalam mitologi Jepang, 2 dewa-dewi Izanagi dan Izanami merupakan
pencipta Jepang dan dewa-dewi lainnya. Jadi, merekalah asal usul dari
segala sesuatu yang ada di Jepang. Di sebuah mitologi penting di
Jepang, diceritakan mereka turun ke Yomitsu Kuni, dunia bawah atau disebut juga dunia kegelapan. Cerita tentang Izanagi dan Izanami diceritakan dalam 2 karya: Kojiki (catatan kuno) dan Nihongi (sejarah Jepang).
izanagi_izanami
Menurut legenda, setelah kemunculan mereka, Izanagi dan Izanami berdiri
di jembatan yang melayang ke surga dan meributkan laut dengan tombak
berhiaskan berlian. Ketika mereka mengangkat tombaknya, butiran-butiran
air kembali menjadi air dan membentuk tanah pertama, pulau yang disebut
Onogoro. Izanagi dan Izanami turun ke pulau tersebut dan menjadi
suami-istri. Anak pertama mereka cacat, dan dewa-dewi lain berkata
kalau itu terjadi karena Izanami berbicara dahulu sebelum suaminya saat
acara pernikahannya (semacam tradisi Jepang).
Pasangan tersebut kemudian menikah kembali. Izanami melahirkan 8 anak,
yang kemudian menjadi pulau-pulau di Jepang. Izanagi dan Izanami juga
menciptakan banyak dewa dewi yang melambangkan gunung, lembah, air
terjun, sungai, angin, dan kenampakan alam lainnya. Tetapi saat
kelahiran Kagutsuchi, sang dewa api, Izanami terbakar.
Ketika Izanami meninggal, Izanami pergi ke Yomitsu Kuni. Izanagi
memutuskan untuk turun ke Yomitsu Kuni dan menyelamatkan belahan
jiwanya dari dunia kematian tersebut. Ketika mendekati gerbang Yomi,
Izanami menyambut Izanagi dari bayang-bayang. Izanami memperingatkan
agar Izanagi tidak melihat dirinya dan berkata bahwa ia akan
merencanakan pelariannya dari Yomi (dewa Yomitsu Kuni). Karena sangat
merindukan istrinya, Izanagi menyalakan obor untuk mencari Yomi, tetapi
ia sangat kaget ketika melihat bahwa Izanami sudah menjadi mayat busuk.
Tak tahan melihatnya, Izanagi kabur.
Izanami marah, lalu ia mengirim setan-setan wanita, 8 dewa petir, dan
sepasukan tentara menakutkan untuk mengejar Izanagi. Izanagi berusaha
keluar dan memblokir jalan antara Yomi dan tanah kehidupan dengan batu
besar. Izanagi dan Izanami bertemu di sana dan mereka bercerai.
Izanagi merasa dirinya tidak suci setelah berkontak dengan dunia
kematian. Karena itu, dia mandi utnuk menyucikan dirinya kembali.
Sejumlah dewa-dewi, baik jahat maupun baik, muncul dari pakaian yang
dibuang oleh Izanagi. Dewi matahari Amaterasu muncul dari mata kirinya,
dewa bulan Tsukiyomi dari mata kanannya, dan Susano-o dari hidungnya.
Lalu, Izanagi membagikan kerajaannya kepada 3 anak kebanggaannya.

Shi Luckman
http://www.hilman.web.id/

Jumat, 01 April 2011

Kisah Dewa Kematian

(dikutip dari buku "Kisah-Kasih Spiritual Bagian 1 - oleh: Wisnu Prakasa")
Guru pembimbing utama saya, Wanita Berjubah Biru banyak menjelaskan tentang tugas-tugas dari para malaikat, dewa-dewi dan para mahluk suci yang ditentukan oleh Bunda Mulia. Setiap malaikat dan dewa-dewi mempunyai tugas penting yang khusus sesuai dengan tingkatan masing-masing. Dimana perintah dari Bunda Mulia selalu dijunjung tinggi. Salah satu tugas yang cukup menarik adalah tugas dari malaikat pencabut nyawa yang lebih di kenal sebagai sepasang dewa kematian, yang oleh beliau selalu di namakan si Hitam dan si Putih.

Pasangan malaikat pencabut nyawa, si Hitam dan si Putih mempunyai tugas membawa dan mengawal roh awal dari para mahluk yang telah tiba ajalnya. Bilamana pada masa hidupnya, orang ini telah mengumpulkan banyak karma baik. Si Hitam dan si Putih akan menjelma menjadi mahluk yang luar biasa indahnya, dan menarik roh orang tersebut dengan halus tetapi cepat sekali, kedua dewa ini membantu agar orang tersebut dapat melepaskan ikatan rohnya tanpa harus merasakan sakit yang lama. Walaupun demikian, rasa sakit yang dirasakannya tetap tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Sebaliknya bilamana pada masa hidupnya orang ini telah melakukan banyak karma buruk, si Hitam dan si Putih menjelma sebagai mahluk yang sangat mengerikan dan akan menarik roh orang tersebut dengan kasar dan perlahan-lahan. Orang ini akan mengalami proses kematian yang sulit dan rasa sakit yang luar biasa. Sungguh suatu penderitaan awal yang sulit dibayangkan.
Wanita Berjubah Biru, sejak berumur lima tahun telah mempunyai hubungan yang baik dengan kedua malaikat pencabut nyawa. Hubungan beliau yang sejak kecil ini sangat terkenal tidak hanya terkenal didalam dunia manusia, tetapi hingga didunia spiritual. Kisah kedua malaikat ini banyak saya dengar dari beliau. Untuk ini saya mempersembahkan sebuah cerita tentang sepasang malaikat pencabut nyawa. Semoga para umat dapat memetik hikmah dari kisah ini.
Alkisah seorang nenek tua yang tinggal seorang diri di kaki gunung wilayah Hua Lien. Seluruh keluarga dari nenek ini telah meninggal dunia pada suatu wabah yang menimpa desanya beberapa tahun yang lalu.

Setiap hari nenek ini bekerja mencari kayu bakar untuk dijual dipasar. Sebelum matahari terbit, dia sudah pergi ke atas gunung untuk mengumpulkan kayu bakar. Di pagi hari dia harus sudah tiba di pasar untuk menjual kayunya. Lalu uang hasil penjualan kayunya dibelanjakan untuk kehidupan sehari-harinya. Tubuh nenek ini sudah sangat bongkok sekali, karena harus meminggul kayu bakar yang berat.
Suatu hari si nenek jatuh sakit, tetapi si nenek tetap memaksakan untuk pergi ke gunung mencari kayu bakar. Ketika hendak turun gunung nenek tidak kuat lagi menahan sakitnya dan berkata dalam hati: "Diriku sudah tua dan selalu menderita sakit. Umurku tidak lama lagi. Semoga pada saat kematian nanti, saya tidak merasakan sakit lagi.".
Si Hitam dan si Putih rupanya mendengar permohonan nenek ini, si Hitam dan si Putih merasa kasihan akan penderitaan sang nenek karena harus bekerja keras setiap hari tanpa hentinya walaupun telah sakit-sakitan. Mereka kemudian memutuskan untuk membantu sang neek dengan mempercepat ajal sang nenek agar sang nenek dapat terbebaskan dari penderitaannya setiap hari.

Mereka lalu menampakkan diri, dan menanyakan nenek itu: "Nenek, saya dapat membantu permohonan nenek."
Nenek sangat terkejut melihat si Hitam dan si Putih dihadapannya, dengan ketakutan berkata,"Saya… tidak ingin mati, saya…. masih mau hidup."
Lalu sang nenek mengangkat kayu bakarnya yang berat , dan berlari cepat meninggal si Hitam dan si Putih. Rupanya nenek ini berlari dengan cepatnya tanpa memperdulikan rasa sakitnya lagi karena ketakutannya akan kehadiran kedua malaikat pencabut nyawa.
Si Hitam dan si Putih merasa sangat heran, bukankah tadi sang nenek memohon agar dapat meninggal tanpa harus merasakan sakit. Setelah permohonannya akan dikabulkan, ternyata sang nenek malah menolaknya dan ingin tetap hidup walaupun mengalami penderitaan dan kesakitan setiap harinya.
Kisah ini mempunyai banyak makna yang tersembunyi, kiranya salah satu makna yang akan saya jelaskan adalah tentang masalah menjelang kematian.
Datangnya kematian yang menjemput setiap mahluk, melalui berbagai macam cara dan proses yang beraneka ragam. Ada yang melalui usia tua, sakit, tidak sadar diri, musibah kecelakaan, terbunuh, dan bahkan di saat meditasi, dsb.

Semua manusia akan meninggal, hanya cara dan prosesnya yang berbeda-beda. Proses kematian tergantung daripada banyak hal, seperti: unsur alam, waktu, keadaan lingkungan, karma atau perbuatan, kondisi tubuh, dsb. Apapun proses yang akan dihadapi saat menjelang kematian bukanlah hal yang harus ditolak atau dipaksakan, karena proses ketidak abadian ini tidak dapat dihindari.
Walaupun telah mengetahui akan kematian yang pasti akan tiba, manusia selalu mengangap bahwa kematian tidak akan datang secepatnya pada dirinya. Bila kita membaca koran, kita dapat melihat setiap hari adanya berita kematian yang datang setiap saat tanpa memperdulikan berapa lama usia manusia.
Banyak manusia dengan sombong berkata bahwa dirinya tidak takut menghadapi kematian. Bila saja mereka dapat melihat apa yang akan terjadi setelah kematiannya, tentu mereka tidak berani dengan sombongnya berkata demikian.

Lihatlah, Sang nenek walaupun sepanjang hidupnya penuh dengan penderitaan yang luar biasa. Nenek ini juga tidak mempunyai anak-anak yang harus di urusnya, dan juga tidak ada harta maupun hutang yang menjadi beban. Boleh dikatakan tidak ada lagi kecemasan dan beban dunia yang memberatkan diri sang nenek ini dalam menghadapi kematian.
Tetapi ketika Dewa Kematian benar-benar hadir menjemputnya, sang nenek menjadi takut dalam menghadapi kematiannya. Walaupun dirinya telah diberitahukan bahwa kematiannya tidak akan sakit sedikitpun, nenek ini tetapi menolak kematiannya. Penderitaan sang nenek tidak dapat mengalahkan ketakutan akan datangnya saat kematian.
Bagaimana kita dapat berkata tidak takut menghadapi kematian, bilamana keterikatan akan duniawi masih melekat. Lagipula proses kematian kita belum di janjikan tanpa rasa sakit oleh Dewa Kematian.
Ketakutan sang nenek akan Kematian tidak lagi bersumber dari unsur luar maupun dari ikatan duniawi lagi. Ketakutan sang nenek disebabkan karena sang nenek ini tidak pernah siap dalam menerima kematiannya. Dirinya masih belum mempunyai kepercayaan dan keyakinan akan apa yang akan terjadi dan bagaimana nanti setelah kematiannya.
Kiranya pesan dalam kisah nenek ini dapat terungkap. Saya mengingatkan kembali kepada para umat bahwa:

Menemui sang kematian adalah sangat mudah, karena kematian pasti akan datang. Dan menghadapi proses kematian juga merupakan hal yang mudah karena semua mahluk pasti akan menjalani dan mengalaminya. Tetapi menerima kelanjutan dari kematian adalah hal yang sangat sulit karena dibutuhkan suatu pembinaan, kepercayaan dan keyakinan akan Dharma yang kuat.
Tetapi sesungguhnya yang lebih sulit adalah melampau proses kematian tersebut, karena hanya sedikit sekali para mahluk yang dapat melampau proses kematiannya dengan kesadaran yang  selalu jernih.
 Shi Luckman
http://www.goldenmother.org

Beberapa Legenda Dewi Kwan Im

TERDAPAT beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum ia dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal dengan nama Chu Hang. Ia merupakan salah satu murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).

Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.

Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang, tulis Wikipedia, sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhikuni di Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).

Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.

Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia.

Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.

Sembilan tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong.

Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha.

Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka.

Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping.

Buddha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.

Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”.

Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.

Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.

Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.

Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.

Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.



Shi Luckman
Sumber: http://www.beritamusi.com/